Pengetahuan Umum Perbankan
Berikut ini kita akan mengupas habis seputar perbankan mulai dari
Bank Indonesia , Status dan kedudukan bank indonesia , Sertifikat Bank
Indonesia ( SBI ) , jenis-jenis uang ( Kartal dan Giral ) , Perbankan
Syariah hingga kejenis2 perbankan mulai dari perbankan syariah hingga
konvensional , Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan ( PPATK )
, Suku Bunga dan masih banyak lagi lainnya
source : wikipedia ,
http://www.bi.go.id ,
http://mengerjakantugas.blogspot.com ,
http://dahlanforum.wordpress.com , http://suryodesign.wordpress.com, dan berbagai sumber lainnya
Pembaca Yang budiman adalah pembaca yg meninggalkan komentar untuk turut serta membangun blog dan melengkapi isi yang ada
Bank Indonesia (
BI, dulu disebut
De Javasche Bank)
adalah bank sentral Republik Indonesia. Sebagai bank sentral, BI
mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan
nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu
kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan
terhadap mata uang negara lain.
Untuk mencapai tujuan tersebut BI didukung oleh tiga pilar yang
merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas ini adalah
menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi perbankan di
Indonesia. Ketiganya perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan
efisien.
BI juga menjadi satu-satunya lembaga yang memiliki hak untuk
mengedarkan uang di Indonesia. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya
BI dipimpin oleh Dewan Gubernur. Untuk periode 2008-2013, Boediono
menjabat posisi sebagai Gubernur BI.
Status dan Kedudukan Bank Indonesia
Sebagai Lembaga Negara yang Independen
Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang
independen dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu UU No.
23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei
1999. Undang-undang ini memberikan status dan kedudukan sebagai suatu
lembaga negara yang independen dan bebas dari campur tangan pemerintah
ataupun pihak lainnya. Sebagai suatu lembaga negara yang independen,
Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan
setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang
tersebut.Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank
Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau
mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga.
Untuk lebih menjamin independensi tersebut, undang-undang ini telah
memberikan kedudukan khusus kepada Bank Indonesia dalam struktur
ketatanegaraan Republik Indonesia. Sebagai Lembaga negara yang
independen kedudukan Bank Indonesia tidak sejajar dengan Lembaga Tinggi
Negara. Disamping itu, kedudukan Bank Indonesia juga tidak sama dengan
Departemen, karena kedudukan Bank Indonesia berada diluar Pemerintah.
Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia
dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara
lebih efektif dan efisien.
Sebagai Badan Hukum
Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan
hukum perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum
publik Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum
yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh
masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum
perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di
dalam maupun di luar pengadilan.
Tujuan dan Tugas Bank Indonesia
Tujuan Tunggal
Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai
satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai
rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu
kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan
terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada
perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada
perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.
Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang
harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan
demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan
dapat diukur dengan mudah.
Tiga Pilar Utama
Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga
pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas ini
adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan
menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi
perbankan di Indonesia. Ketiganya perlu diintegrasi agar tujuan mencapai
dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan
efisien.
Pengaturan dan Pengawasan Bank
Dalam rangka tugas mengatur dan mengawasi perbankan, Bank Indonesia
menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan atau
kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan atas bank,
dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Dalam pelaksanaan tugas ini, Bank Indonesia berwenang menetapkan
ketentuan-ketentuan perbankan dengan menjunjung tinggi prinsip
kehati-hatian.
Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan, selain memberikan
dan mencabut izin usaha bank, Bank Indonesia juga dapat memberikan izin
pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, memberikan persetujuan
atas kepemilikan dan kepengurusan bank, serta memberikan izin kepada
bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.
Di bidang pengawasan, Bank Indonesia melakukan pengawasan langsung
maupun tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan baik dalam bentuk
pemeriksaan secara berkala maupun sewaktu-waktu bila diperlukan.
Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui penelitian, analisis dan
evaluasi terhadap laporan yang disampaikan oleh bank.
Upaya Restrukturisasi Perbankan
Sebagai upaya membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap
sistem keuangan dan perekonomian Indonesia, Bank Indonesia telah
menempuh langkah restrukturisasi perbankan yang komprehensif. Langkah
ini mutlak diperlukan guna memfungsikan kembali perbankan sebagai
lembaga perantara yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi, disamping
sekaligus meningkatkan efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter.
Restrukturisasi perbankan tersebut dilakukan melalui upaya memulihkan
kepercayaan masyarakat, program rekapitalisasi, program restrukturisasi
kredit, penyempurnaan ketentuan perbankan, dan peningkatan fungsi
pengawasan bank.
Sistem Pembayaran
Menjaga stabilitas nilai tukar rupiah adalah tujuan Bank Indonesia
sebagaimana diamanatkan Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank
Indonesia. Untuk menjaga stabilitas rupiah itu perlu disokong pengaturan
dan pengelolaan akan kelancaran Sistem Pembayaran Nasional (SPN).
Kelancaran SPN ini juga perlu didukung oleh infrastruktur yang handal
(robust). Jadi, semakin lancar dan hadal SPN, maka akan semakin lancar
pula transmisi kebijakan moneter yang bersifat
time critical. Bila kebijakan moneter berjalan lancar maka muaranya adalah stabilitas nilai tukar.
BI adalah lembaga yang mengatur dan menjaga kelancaran SPN. Sebagai
otoritas moneter, bank sentral berhak menetapkan dan memberlakukan
kebijakan SPN. Selain itu, BI juga memiliki kewenangan memeberikan
persetujuan dan perizinan serta melakukan pengawasan (
oversight) atas SPN. Menyadari kelancaran SPN yang bersifat penting secara sistem (
systemically important), bank sentral memandang perlu menyelenggarakan sistem
settlement antar bank melalui infrastruktur BI-
Real Time Gross Settlement (BI-RTGS).
Selain itu masih ada tugas BI dalam SPN, misalnya, peran sebagai
penyelenggara sistem kliring antarbank untuk jenis alat-alat pembayaran
tertentu. Bank sentral juga adalah satu-satunya lembaga yang berhak
mengeluarkan dan mengedarkan alat pembayaran tunai seperti uang rupiah.
BI juga berhak mencabut, menarik hingga memusnahkan uang rupiah yang
sudah tak berlaku dari peredaran.
Berbekal kewenangan itu, BI pun menetapkan sejumlah kebijakan dari
komponen SPN ini. Misalnya, alat pembayaran apa yang boleh dipergunakan
di Indonesia. BI juga menentukan standar alat-alat pembayaran tadi serta
pihak-pihak yang dapat menerbitkan dan/atau memproses alat-alat
pembayaran tersebut. BI juga berhak menetapkan lembaga-lembaga yang
dapat menyelenggarakan sistem pembayaran. Ambil contoh, sistem kliring
atau transfer dana, baik suatu sistem utuh atau hanya bagian dari sistem
saja. Bank sentral juga memiliki kewenangan menunjuk lembaga yang bisa
menyelenggarakan sistem
settlement. Pada akhirnya BI juga mesti menetapkan kebijakan terkait pengendalian resiko, efisiensi serta tata kelola (governance) SPN.
Di sisi alat pembayaran tunai, Bank Indonesia merupakan satu-satunya
lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah
serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari peredaran. Terkait
dengan peran BI dalam mengeluarkan dan mengedarkan uang, Bank Indonesia
senantiasa berupaya untuk dapat memenuhi kebutuhan uang kartal di
masyarakat baik dalam nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai,
tepat waktu, dan dalam kondisi yang layak edar (
clean money policy). Untuk mewujudkan
clean money policy
tersebut, pengelolaan pengedaran uang yang dilakukan oleh Bank
Indonesia dilakukan mulai dari pengeluaran uang, pengedaran uang,
pencabutan dan penarikan uang sampai dengan pemusnahan uang.
Sebelum melakukan pengeluaran uang Rupiah, terlebih dahulu dilakukan
perencanaan agar uang yang dikeluarkan memiliki kualitas yang baik
sehingga kepercayaan masyarakat tetap terjaga. Perencanaan yang
dilakukan Bank Indonesia meliputi perencanaan pengeluaran emisi baru
dengan mempertimbangkan tingkat pemalsuan, nilai intrinsik serta masa
edar uang. Selain itu dilakukan pula perencanaan terhadap jumlah serta
komposisi pecahan uang yang akan dicetak selama satu tahun kedepan.
Berdasarkan perencanaan tersebut kemudian dilakukan pengadaan uang baik
untuk pengeluaran uang emisi baru maupun pencetakan rutin terhadap uang
emisi lama yang telah dikeluarkan.
Uang Rupiah yang telah dikeluarkan tadi kemudian didistribusikan atau
diedarkan di seluruh wilayah melalui Kantor Bank Indonesia. Kebutuhan
uang Rupiah di setiap kantor Bank Indonesia didasarkan pada jumlah
persediaan, keperluan pembayaran, penukaran dan penggantian uang selama
jangka waktu tertentu. Kegitan distribusi dilakukan melalui sarana
angkutan darat, laut dan udara. Untuk menjamin keamanan jalur distribusi
senantiasa dilakukan baik melalui pengawalan yang memadai maupun dengan
peningkatan sarana sistem monitoring.
Kegiatan pengedaran uang juga dilakukan melalui pelayanan kas kepada
bank umum maupun masyarakat umum. Layanan kas kepada bank umum dilakukan
melalui penerimaan setoran dan pembayaran uang Rupiah. Sedangkan kepada
masyarakat dilakukan melalui penukaran secara langsung melalui
loket-loket penukaran di seluruh kantor Bank Indonesia atau melalui
kerjasama dengan perusahaan yang menyediakan jasa penukaran uang kecil.
Lebih lanjut, kegiatan pengelolaan uang Rupiah yang dilakukan Bank
Indonesia adalah pencabutan uang terhadap suatu pecahan dengan tahun
emisi tertentu yang tidak lagi berlaku sebagai alat pembayaran yang sah.
Pencabutan uang dari peredaran dimaksudkan untuk mencegah dan
meminimalisasi peredaran uang palsu serta menyederhanakan komposisi dan
emisi pecahan. Uang Rupiah yang dicabut tersebut dapat ditarik dengan
cara menukarkan ke Bank Indonesia atau pihak lain yang telah ditunjuk
oleh Bank Indonesia.
Sementara itu untuk menjaga menjaga kualitas uang Rupiah dalam
kondisi yang layak edar di masyarakat, Bank Indonesia melakukan kegiatan
pemusnahan uang. Uang yang dimusnahkan tersebut adalah uang yang sudah
dicabut dan ditarik dari peredaran, uang hasil cetak kurang sempurna dan
uang yang sudah tidak layak edar. Kegiatan pemusnahan uang diatur
melalui prosedur dan dilaksanakan oleh jasa pihak ketiga yang dengan
pengawasan oleh tim Bank Indonesia (BI).
Dewan Gubernur BI
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya
Bank Indonesia
dipimpin oleh Dewan Gubernur. Dewan ini terdiri atas seorang Gubernur
sebagai pemimpin, dibantu oleh seorang Deputi Gubernur Senior sebagai
wakil, dan sekurang-kurangnya empat atau sebanyak-banyaknya tujuh Deputi
Gubernur. Masa jabatan Gubernur dan Deputi Gubernur selama-lamanya lima
tahun, dan mereka hanya dapat dipilih untuk sebanyak-banyaknya dua kali
masa tugas.
Pengangkatan dan Pemberhentian Dewan Gubernur
Gubernur dan Deputi Gubernur Senior diusulkan dan diangkat oleh
Presiden dengan persetujuan DPR. Sementara Deputi Gubernur diusulkan
oleh Gubernur dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Anggota
Dewan Gubernur Bank Indonesia tidak dapat diberhentikan oleh Presiden,
kecuali bila mengundurkan diri, berhalangan tetap, atau melakukan tindak
pidana kejahatan.
Pengambilan Keputusan
Sebagai suatu forum pengambilan keputusan tertinggi, Rapat Dewan
Gubernur (RDG) diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan
untuk menetapkan kebijakan umum di bidang moneter, serta
sekurang-kurangnya sekali dalam seminggu untuk melakukan evaluasi atas
pelaksanaan kebijakan moneter atau menetapkan kebijakan lain yang
bersifat prinsipil dan strategis. Pengambilan keputusan dilakukan dalam
Rapat Dewan Gubernur, atas dasar prinsip musyawarah demi mufakat.
Apabila mufakat tidak tercapai, Gubernur menetapkan keputusan akhir.
Para Gubernur Bank Indonesia
Sejak dibentuk, orang-orang yang terpilih sebagai Gubernur BI, sebagai berikut:
Sertifikat Bank Indonesia
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat
berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang
berjangka waktu pendek (1-3 bulan) dengan sistem diskonto/bunga.
SBI merupakan salah satu mekanisme yang digunakan Bank Indonesia
untuk mengontrol kestabilan nilai Rupiah. Dengan menjual SBI, Bank
Indonesia dapat menyerap kelebihan uang primer yang beredar.
Tingkat suku bunga yang berlaku pada setiap penjualan SBI ditentukan
oleh mekanisme pasar berdasarkan sistem lelang. Sejak awal Juli 2005, BI
menggunakan mekanisme “BI rate” (suku bunga BI), yaitu BI mengumumkan
target suku bunga SBI yang diinginkan BI untuk pelelangan pada masa
periode tertentu. BI rate ini kemudian yang digunakan sebagai acuan para
pelaku pasar dalam mengikuti pelelangan.
Suku Bunga Bank Indonesia
SUKU BUNGA SERTIFIKAT BANK INDONESIA |
|
Grafik Timeseries |
Jangka Waktu |
Suku Bunga |
1 Bulan |
6.47 % |
|
Dikeluarkan Tanggal : 10/14/2009 |
Jangka Waktu |
Suku Bunga |
3 Bulan |
6.60 % |
|
Dikeluarkan Tanggal : 10/14/2009 |
Data Sebelumnya |
SUKU BUNGA PENJAMINAN
“Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tanggal 22
September 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, Penjaminan Simpanan
Nasabah Bank dilaksanakan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) atas
simpanan nasabah bank. UU ini berlaku mulai September 2005.
Oleh karena itu, suku bunga penjaminan dikelola dan dipublikasikan
oleh LPS. Untuk selanjutnya informasi suku bunga penjaminan dimaksud
dapat dilihat di
www.lps.go.id.
Grafik Timeseries
Jangka Waktu |
Suku Bunga |
Rupiah |
USD |
1 Bulan |
10.00 % |
4.25 % |
3 Bulan |
10.05 % |
4.25 % |
6 Bulan |
10.10 % |
4.25 % |
12 Bulan |
10.25 % |
4.25 % |
24 Bulan |
10.55 % |
4.25 % |
Tanggal berlaku 1 September 2005 – 30 September 2005
Jenis-jenis uang
Jenis uang yang beredar dimasyarakat dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu uang kartal dan uang giral.
Uang Kartal
Uang kartal terdiri dari
uang kertas dan
uang logam. Uang kartal adalah
alat bayar yang sah dan wajib diterima oleh masyarakat dalam melakukan transaksi jual beli sehari-hari.
Menurut Undang-undang Bank Sentral No. 13 tahun 1968 pasal 26 ayat 1,
Bank Indonesia mempunyai hak tunggal untuk mengeluarkan uang logam dan
kertas. Hak tunggal untuk mengeluarkan uang yang dimiliki Bank Indonesia
tersebut disebut
hak oktroi.
Jenis Uang Kartal Menurut Lembaga Yang Mengeluarkannya
Menurut Undang-Undang Pokok Bank Indonesia No. 11/1953, terdapat dua jenis uang kartal, yaitu
uang negara dan
uang bank.
Uang negara adalah uang yang dikeluarkan oleh pemerintah, terbuat dari kertas yang memiliki ciri-ciri :
- Dikeluarkan oleh pemerintah
- Dijamin dengan undang-undang
- Bertuliskan nama negara yang mengeluarkannya
- Ditanda tangani oleh mentri keuangan
Namun, sejak berlakunya Undang-undang No. 13/1968, uang negara dihentikan peredarannya dan diganti dengan Uang Bank.
Uang Bank adalah uang yang dikeluarkan oleh Bank Sentral berupa uang logam dan uang kertas, Ciri-cirinya sebagai berikut.
- Dikeluarkan oleh Bank Sentral
- Dijamin dengan emas atau valuta asing yang disimpan di bank sentral
- Bertuliskan nama bank sentral negara yang bersangkutan (di Indonesia : Bank Indonesia)
- Ditandatangani oleh gubernur bank sentral.
Jenis Uang Kartal Menurut Bahan Pembuatnya
- A. Uang logam
-
- Uang logam biasanya terbuat dari emas atau perak karena emas dan
perak memenuhi syarat-syarat uang yang efesien. Karena harga emas dan
perak yang cenderung tinggi dan stabil, emas dan perak mudah dikenali
dan diterima orang. Di samping itu, emas dan perak tidak mudah musnah.
Emas dan perak juga mudah dibagi-bagi menjadi unit yang lebih kecil. Di
zaman sekarang, uang logam tidak dinilai dari berat emasnya, namun dari nilai nominalnya. Nilai nominal itu merupakan pernyataan bahwa sejumlah emas dengan berat tertentu terkandung di dalamnya.
-
- Uang logam memiliki tiga macam nilai.
-
- Nilai Intrinsik yaitu nilai bahan untuk membuat
mata uang, misalnya berapa nilai emas dan perak yang digunakan untuk
mata uang. Menurut sejarah, uang emas dan perak pernah dipakai sebagai
uang. Ada beberapa alasan mengapa emas dan perak dijadikan sebagai bahan
uang antara lain :
-
- Tahan lama dan tidak mudah rusak (Durability)
- Digemari oleh umum atau sebagian besar masyarakat (Acceptability)
- Nilainya tinggi dan jumlahnya terbatas (Scarcity)
- Nilainya tetap sekalipun dipecah menjadi bagian-bagian kecil (Divisibility)
-
- Sekalipun emas dan perak sudah memenuhi syarat-syarat uang, namun
pada saat ini, emas dan perak tidak dipakai lagi sebagai bahan uang
karena beberapa alasan, yaitu
-
- Jumlahnya sangat langka sehingga sulit didapatkan dalam jumlah besar.
- Kadar emas disetiap daerah berbeda-beda menyebabkan persediaan emas tidak sama
- Nilainya tidak dapat diukur dengan tepat
- Uang emas semakin hilang dari peredaran, biasanya karena banyak yang dilebur atau dijadikan perhiasan.
-
- Nilai Nominal, yaitu nilai yang tercantum pada mata
uang atau cap harga yang tertera pada mata uang. Misalnya seratus
rupiah (Rp. 100,00), atau lima ratus rupiah (Rp. 500,00).
-
- Nilai Tukar, nilai tukar adalah kemampuan uang
untuk dapat ditukarkan dengan suatu barang (daya beli uang). Misalnya
uang Rp. 500,00 hanya dapat ditukarkan dengan sebuah permen, sedangkan
Rp. 10.000,00 dapat ditukarkan dengan semangkuk bakso).
- B. Uang kertas
-
- Uang kertas adalah uang yang terbuat dari kertas dengan gambar dan
cap tertentu dan merupakan alat pembayaran yang sah. Menurut penjelasan
UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang dimaksud dengan uang
kertas adalah uang dalam bentuk lembaran yang terbuat dari bahan kertas
atau bahan lainnya (yang menyerupai kertas).
-
- Uang kertas mempunyai nilai karena nominalnya. Oleh karena itu, uang
kertas hanya memiliki dua macam nilai, yaitu nilai nominal dan nilai
tukar. Ada 2(dua) macam uang kertas :
-
- Uang Kertas Negara (sudah tidak diedarkan lagi),
yaitu uang kertas yang dikeluarkan oleh pemerintah dan alat pembayaran
yang sah dengan jumlah yang terbatas dan ditandatangani mentri keuangan.
-
- Uang Kertas Bank, yaitu uang yang dikeluarkan oleh bank sentral,
-
- Beberapa keuntungan penggunaan alat tukar (uang) dari kertas di antaranya :
- Penghematan terhadap pemakaian logam mulia
- Ongkos pembuatan relatif murah dibandingkan dengan ongkos pembuatan uang logam.
- Peredaran uang kertas bersifat elastis (karena mudah dicetak dan
diperbanyak) sehingga mudah diseusaikan dengan kebutuhan akan uang
- Mempermudah pengiriman dalam jumlah besar
Uang Giral
Uang giral tercipta akibat semakin mendesaknya
kebutuhan masyarakat akan adanya sebuah alat tukar yang lebih mudah,
praktis dan aman. Di Indonesia, bank yang berhak menciptakan uang giral
adalah
bank umum selain Bank Indonesia. Menurut UU No. 7 tentang Perbankan tahun 1992, definisi uang giral adalah
tagihan yang ada di bank umum, yang dapat digunakan sewaktu-waktu sebagai alat pembayaran. Bentuk uang giral dapat berupa cek, giro, atau telegrafic transfer.
Uang giral bukan merupakan alat pembayaran yang sah. Artinya, masyarakat boleh menolak dibayar dengan uang giral.
Terjadinya uang giral
Uang giral dapat terjadi dengan cara berikut.
- Penyetoran uang tunai kepada bank dan dicatat dalam rekening koran
atas nama penyetor, penyetor menerima buku cek dan buku biro gilyet.
Uang tersebut sewaktu-waktu dapat diambil atau penyetor menerima
pembayaran utang dari debitur melalui bank. Penerimaan piutang itu oleh
bank dibukukan dalam rekening koran orang yang bersangkutan. Cara di
atas disebut primary deposit.
- Karena transaksi surat berharga. Uang giral dapat diciptakan dengan
cara menjual surat berharga ke bank, lalu bank membukukan hasil
penjualan surat berharga tersebut sebagai deposit dari yang menjual.
Cara ini disebut derivative deposit
- Mendapat kredit dari bank yang dicatat dalam rekening koran dan dapat diambil sewaktu-waktu. Cara ini disebut dengan loan deposit.
Keuntungan menggunakan uang giral
Keuntungan menggunakan uang giral sebagai berikut.
- Memudahkan pembayaran karena tidak perlu menghitung uang
- Alat pembayaran yang dapat diterima untuk jumlah yang tidak
terbatas, nilainya sesuai dengan yang dibutuhkan (yang ditulis oleh
pemilik cek/bilyet giro)
- Lebih aman karena resiko uang hilang lebih kecil dan bila hilang
bisa segera dilapokan ke bank yang mengeluarkan cek/bilyet giro dengan
cara pemblokiran.
Uang Kuasi
Uang kuasi adalah surat-surat berharga yang dapat dijadikan sebagai
alat pembayaran. Biasanya uang kuasi ini terdiri atas deposito berjangka
dan tabungan serta rekening valuta asing milik swasta domestik.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
Sejarah
PPATK didirikan pada tanggal 17 April 2002, bersamaan dengan
disahkannya Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang. Secara umum keberadaan lembaga ini dimaksudkan sebagai
upaya Indonesia untuk ikut serta bersama dengan negara- negara lain
memberantas kejahatan lintas negara yang terorganisir seperti terorisme
dan pencucian uang (money laundering).
Sebelum PPATK beroperasi secara penuh sejak 18 Oktober 2003, tugas
dan wewenang PPATK yang berkaitan dengan penerimaan dan analisis
transaksi keuangan mencurigakan di sektor perbankan, dilakukan oleh Unit
Khusus Investigasi Perbankan Bank Indonesia (UKIP-BI). Selanjutnya
dengan penyerahan dokumen transaksi keuangan mencurigakan dan dokumen
pendukung lainnya yang dilakukan pada tanggal 17 Oktober 2003, maka
tugas dan wewenang dimaksud sepenuhnya beralih ke PPATK.
Tugas dan Wewenang
Pasal 26 dan Pasal 27 Undang-Undang No.15 Tahun 2002 sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003, membahas mengenai
tugas dan wewenang PPATK.
Tugas PPATK
- mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, mengevaluasi informasi yang diperoleh oleh PPATK
- memantau catatan dalam buku daftar pengecualian yang dibuat oleh Penyedia Jasa Keuangan
- membuat pedoman mengenai tata cara pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan
- memberikan nasihat dan bantuan kepada instansi yang berwenang tentang informasi yang diperoleh oleh PPATK
- mengeluarkan pedoman dan publikasi kepada Penyedia Jasa Keuangan
tentang kewajibannya yang dan membantu dalam mendeteksi perilaku nasabah
yang mencurigakan
- memberikan rekomendasi kepada Pemerintah mengenai upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang
- melaporkan hasil analisis transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang kepada Kepolisian dan Kejaksaan
- membuat dan memberikan laporan mengenai hasil analisis transaksi
keuangan dan kegiatan lainnya secara berkala 6 bulan sekali kepada
Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan lembaga yang berwenang melakukan
pengawasan terhadap Penyedia Jasa Keuangan
- memberikan informasi kepada publik tentang kinerja kelembagaan
Wewenang PPATK
- meminta dan menerima laporan dari Penyedia Jasa Keuangan
- meminta informasi mengenai perkembangan penyidikan atau penuntutan
terhadap tindak pidana pencucian uang yang telah dilaporkan kepada
penyidik atau penuntut umum
- melakukan audit terhadap Penyedia Jasa Keuangan mengenai kepatuhan
kewajiban sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang dan terhadap
pedoman pelaporan mengenai transaksi keuangan
- memberikan pengecualian kewajiban pelaporan mengenai transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (
PPATK) adalah lembaga independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana
pencucian uang.
Lembaga ini memiliki kewenangan untuk melaksanakan kebijakan pencegahan
dan pemberantasaan pencucian uang sekaligus membangun rezim anti
pencucian uang di
Indonesia. Hal ini tentunya akan sangat membantu dalam upaya menjaga stabilitas
sistem keuangan dan menurunkan terjadinya tindak pidana asal (
predicate crimes).
Pencucian uang sebagai suatu kejahatan yang berdimensi internasional merupakan hal baru di banyak negara termasuk
Indonesia.
Sebegitu besar dampak negatif terhadap perekonomian suatu negara yang
dapat ditimbulkannya, mendorong negara-negara di dunia dan organisasi
internasional menaruh perhatian serius terhadap pencegahan dan
pemberantasan masalah ini.
Jenis-Jenis Bank
a. Jenis Bank Berdasarkan Fungsinya
1 ) Bank Sentral
Menurut UU No.3 Tahun 2004, Bank Sentral adalah lembaga negara yang
mempunyai wewenang untuk mengeluarkan alat pembayaran yang sah dari
suatu negara, merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur
dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, mengatur dan mengawasi
perbankan serta menjalan fungsi sebagai lender of the last resort.
Bank sentral yang dimaksud adalah Bank Indonesia.
Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah
dan atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur
dalam undang-undang ini.
a)
Tujuan Bank Indonesia
Menurut UU RI No. 3 Tahun 2004 Pasal 7, dijelaskan tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Untuk mencapai tujuan yang dimaksud Bank Indonesia melaksanakan
kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, transparan, dan harus
mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian.
b )
Tugas Bank Indonesia
Berdasarkan UU No. 3 Tahun 2004, Bank Indonesia mempunyai tugas sebagai berikut:
(1) menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
Dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia berwenang:
(a) menetapkan sasaran moneter dengan memerhatikan sasaran laju inflasi;
(b) melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara yang termasuk tetapi tidak terbatas pada:
- operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing
- penetapan tingkat diskonto
- penetapan cadangan wajib minimun
- pengaturan kredit atau pembiayaan
Cara-cara pengendalian moneter dapat dilaksana-kan juga berdasarkan prinsip syariah.
Pelaksanaan ketentuan tersebut ditetapkan Peraturan Bank Indonesia.
(2) mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
Dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, bank Indonesia berwenang:
(a) melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran,
(b) mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan tentang kegiatannya.
Pelaksanaan kewenangan di atas ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
(3) mengatur dan mengawasi bank
Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur dan mengawasi bank, Bank
Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas
kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan
pengawasan bank dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan
peraturan Bank Indonesia.
2 ) Bank Umum
Pengertian bank umum menurut Peraturan Bank Indonesia No.
9/7/PBI/2007 adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Jasa yang diberikan oleh
bank umum bersifat umum, artinya dapat memberikan seluruh jasa perbankan
yang ada. Bank umum sering disebut bank komersial (commercial bank).
Bank umum mempunyai banyak kegiatan. Adapun kegiatan-kegiatan bank umum yang utama antara lain:
a) menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, dan tabungan;
b) memberikan kredit;
c) menerbitkan surat pengakuan utang;
d) memindahkan uang, baik untuk kepentingan nasabah maupun untuk kepentingan bank itu sendiri;
e) menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan atau dengan pihak ketiga;
f) menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga; dan
g) melakukan penempatan dana dari nasabah ke nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.
3 ) Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan BPR jauh lebih sempit jika
dibandingkan dengan kegiatan bank umum.
BPR dalam melakukan kegiatannya tidak sama dengan kegiatan yang
dilakukan oleh bank konvensional (bank umum). Ada kegiatan-kegiatan yang
tidak boleh dilakukan oleh BPR, yaitu:
a) menerima simpanan berupa giro,
b) mengikuti kliring,
c) melakukan kegiatan valuta asing,
d) melakukan kegiatan perasuransian.
Adapun bentuk kegiatan yang boleh dilakukan oleh BPR meliputi hal-hal berikut ini.
a) Menghimpun dana dalam bentuk simpanan tabungan dan simpanan deposito.
b) Memberikan pinjaman kepada masyarakat.
c) Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah.
b . Jenis Bank Berdasarkan Kepemilikannya
Apabila ditinjau dari segi kepemilikannya, jenis bank terdiri atas
bank milik pemerintah, bank milik swasta nasional, dan bank milik swasta
asing.
1 ) Bank Milik Pemerintah
Bank pemerintah adalah bank di mana baik akta pendirian maupun
modalnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga seluruh keuntungan bank
dimiliki oleh pemerintah pula. Contohnya Bank Rakyat Indonesia (BRI),
Bank Mandiri. Selain itu ada juga bank milik pemerintah daerah yang
terdapat di daerah tingkat I dan tingkat II masing-masing provinsi.
Contoh Bank DKI, Bank Jateng, dan sebagainya.
2 ) Bank Milik Swasta Nasional
Bank swasta nasional adalah bank yang seluruh atau sebagian besar
modalnya dimiliki oleh swasta nasional serta akta pendiriannya pun
didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian keuntungannya juga
dipertunjukkan untuk swasta pula. Contohnya Bank Muamalat, Bank Danamon,
Bank Central Asia, Bank Lippo, Bank Niaga, dan lain-lain.
3 ) Bank Milik Asing
Bank jenis ini merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri,
baik milik swasta asing atau pemerintah asing. Kepemilikannya dimiliki
oleh pihak luar negeri. Contohnya ABN AMRO bank, City Bank, dan
lain-lain.
c . Jenis Bank Berdasarkan Kegiatan Operasionalnya
1 ) Bank Konvensional
Pengertian kata “konvensional” menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia
adalah “menurut apa yang sudah menjadi kebiasaan”. Sementara itu,
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah “berdasarkan
kesepakatan umum” seperti adat, kebiasaan, kelaziman.
Berdasarkan pengertian itu, bank konvensional adalah bank yang dalam
operasionalnya menerapkan metode bunga, karena metode bunga sudah ada
terlebih dahulu, menjadi kebiasaan dan telah dipakai secara meluas
dibandingkan dengan metode bagi hasil.
Bank konvensional pada umumnya beroperasi dengan mengeluarkan
produk-produk untuk menyerap dana masyarakat antara lain tabungan,
simpanan deposito, simpanan giro; menyalurkan dana yang telah dihimpun
dengan cara mengeluarkan kredit antara lain kredit investasi, kredit
modal kerja, kredit konsumtif, kredit jangka pendek; dan pelayanan jasa
keuangan antara lain kliring, inkaso, kiriman uang, Letter of Credit,
dan jasa-jasa lainnya seperti jual beli surat berharga, bank draft, wali
amanat, penjamin emisi, dan perdagangan efek.
Bank konvensional dapat memperoleh dana dari pihak luar, misalnya
dari nasabah berupa rekening giro, deposit on call, sertifikat deposito,
dana transfer, saham, dan obligasi. Sumber ini merupakan pendapatan
bank yang paling besar. Pendapatan bank tersebut, kemudian dialokasikan
untuk cadangan primer, cadangan sekunder, penyaluran kredit, dan
investasi. Bank konvensional contohnya bank umum dan BPR. Kedua jenis
bank tersebut telah kalian pelajari pada subbab sebelumnya.
2 ) Bank Syariah
Sekarang ini banyak berkembang bank syariah.
Bank syariah muncul di Indonesia pada awal tahun 1990-an. Pemrakarsa
pendirian bank syariah di Indonesia dilakukan oleh Majelis Ulama
Indonesia (MUI) pada tanggal 18 – 20 Agustus 1990.
Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah Islam, maksudnya adalah bank yang dalam
operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang
menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam.
Falsafah dasar beroperasinya bank syariah yang menjiwai seluruh
hubungan transaksinya adalah efesiensi, keadilan, dan kebersamaan.
Efisiensi mengacu pada prinsip saling membantu secara sinergis untuk
memperoleh keuntungan sebesar mungkin.
Keadilan mengacu pada hubungan yang tidak dicurangi, ikhlas, dengan
persetujuan yang matang atas proporsi masukan dan keluarannya.
Kebersamaan mengacu pada prinsip saling menawarkan bantuan dan nasihat
untuk saling meningkatkan produktivitas.
Kegiatan bank syariah dalam hal penentuan harga produknya sangat berbeda dengan bank konvensional.
Penentuan harga bagi bank syariah didasarkan pada kesepakatan antara
bank dengan nasabah penyimpan dana sesuai dengan jenis simpanan dan
jangka waktunya, yang akan menentukan besar kecilnya porsi bagi hasil
yang akan diterima penyimpan. Berikut ini prinsip-prinsip yang berlaku
pada bank syariah.
a) Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah).
b) Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah).
c) Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah).
d) Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah).
e) Pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
Dalam rangka menjalankan kegiatannya, bank syariah harus berlandaskan
pada Alquran dan hadis. Bank syariah mengharamkan penggunaan harga
produknya dengan bunga tertentu. Bagi bank syariah, bunga bank adalah
riba.
Dalam perkembangannya kehadiran bank syariah ternyata tidak hanya
dilakukan oleh masyarakat muslim, akan tetapi juga masyarakat nonmuslim.
Saat ini bank syariah sudah tersebar di berbagai negara-negara muslim
dan nonmuslim, baik di Benua Amerika, Australia, dan Eropa. Bahkan
banyak perusahaan dunia yang telah membuka cabang berdasarkan prinsip
syariah. Contoh Bank Syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia,
Bank Syariah Mandiri.
Perbankan Syariah
Selain Perbankan Konvensional, di Indonesia juga ada Bank Syariah
mulai tahun 1992 . Bank Syariah pertama di Indonesia adalah BMI (Bank
Muamalat Indonesia) yang mulai beroperasi pada tanggal 1 Mei 1992. Bank
syariah ada karena adanya keinginan umat muslim untuk kaffah yaitu
menjalankan aktivitas perbankan sesuai dengan syariah yang diyakini,
terutama masalah larangan riba, serta hal-hal yang berkaitan dengan
norma ekonomi dalam Islam seperti larangan maisyir (judi dan
spekulatif), gharar (unsur ketidak jelasan), jahala dan
keharusanmemperhatikan kehalalan cara dan objek investasi
Sebenarnya menurut agama lain pun ditemui larangan riba. Berikut
beberapa uraian tentang bunga dan riba menurut sejarah dan beberapa
agama.
I.
Yunani
A. Plato: (427-347 SM)
- Bunga menyebabkan perpecahan dan perasaan tidak puas dalam masyarakat
- Bunga merupakan alat golongan kaya untuk mengeksploitasi golongan miskin
B. Aristoteles (384-322 SM)
- Fungsi uang adalah sebagai alat tukar bukan alat menghasilkan
tambahan melalui bunga – “ ……istilah riba yang berarti lahirnya uang
dari uang, diterapkan kepada pengembangbiakan uang karena analogi
keturunan dan orang tua. Dibanding dengan semua cara mendapatkan uang,
cara seperti ini adalah yang paling tidak alami” (Politics, 1258)
II.
Yahudi
Kitab Eksodus ( Keluaran 22-25):
“Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang umatku, orang yang
miskin diantaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai penagih hutang
terhadap dia, janganlah engkau bebankan bunga terhadapnya.”
III.
Kristen
1. Lukas 6 : 34-35
“Dan janganlah kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu
berharap akan menerima sesuatu daripadanya, apakah jasamu? ……………. dan
pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan……….“
2. Pandangan para pendeta dan sarjana kristen berbeda dengan Lukas
6: 34-35 dan pendapat mereka terbagi menjadi 3 periode, yaitu:
a. Pandangan Pendeta Awal (abad I-XII)
- Bunga adalah semua bentuk yang diminta sebagai imbalan yang melebihi jumlah barang yang dipinjamkan di awal.
- Mengambil bunga adalah suatu dosa yang dilarang baik di Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru.
- Keinginan atau niat untuk mendapat imbalan melebihi apa yang dipinjamkan adalah suatu dosa.
- Bunga harus dikembalikan kepada pemiliknya.
b. Pandangan Para Sarjana Kristen (abad XII-XV)
- Bunga dibedakan menjadi interest dan usury.
- Niat atau perbuatan untuk mendapatkan keuntungan dengan memberikan
pinjaman adalah suatu dosa yang bertentangan dengan konsep keadilan.
- Mengambil bunga dari pinjaman diperbolehkan, namun haram atau tidaknya tergantung niat si pemberi utang.
c. Pandangan Para Reformis Kristen (abad XVI- tahun 1836)
- Dosa apabila bunga memberatkan.
- Uang dapat membiak (bertentangan dengan Aristoteles).
- Tidak menjadikan pengambil bunga sebagai profesi.
- Jangan mengambil bunga dari orang miskin.
IV.
Islam
Kitab Al-Qur’an melarang riba, antara lain:
a. Al-baqarah : 278-279
“Hai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan
sisa riba (yang belum dipungut) …………..Dan jika kamu bertaubat (dari
pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan
tidak dianiaya.”
b. Ali- Imran : 130
“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat keuntungan.”
c. An-nisaa : 130
“…………dan disebabkan mereka memakan riba padahal sesungguhnya mereka
telah dilarang daripadanya dan karena mereka memakan harta orang dengan
jalan yang bathil…………….”
d. Ar-ruum : 39
“Dan sesuatu riba (tambahan) agar ia bertambah pada harta manusia, maka pada sisi Allah itu tidak bertambah……..”
Selain dalam Al-Qur’an, larangan riba juga terdapat pada dalam hadits
Rasulullah SAW. Dalam pandangan Islam, uang tidak menghasilkan bunga
atau laba dan uang tidak dipandang sebagai komoditi.
Berkembangnya Bank-bank Syariah di negara-negara Islam (Mesir: Mit
Ghamar Bank, Islamic Development Bank, Faisal Islamic Bank, Kuwait
Finance House, Dubai Islamic Bank dll) berpengaruh ke Indonesia. Diskusi
ataupun Lokakarya diselenggarakan sampai akhirnya Tim Perbankan MUI
menanda tangani Akte Pendirian PT Bank Muamalat Indonesia pada tanggal 1
November 1991.
Perkembangan Bank syariah pada era reformasi ditandai dengan
disetujuinya UU no 10 tahun 1998.Dalam UU tsb diatur dengan rinci
landasan hukum dan jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan
diimplementasikan oleh Bank syariah. UU tsb memberi arahan bagi
bank-bank konvensional untuk membuka cabang syariah/ unit usaha syariah
(UUS) atau mengkonversi menjadi bank syariah
KEUNIKAN PERBANKAN SYARIAH
Fungsi dasar bank syariah secara umum sama dengan bank konvensional,
sehingga prinsip umum pengaturan dan pengawasan bank berlaku pula pada
bank syariah. Namun adanya sejumlah perbedaan cukup mendasar dalam
operasional bank syariah menuntut adanya perbedaan pengaturan dan
pengawasan bagi Bank syariah
Perbedaan mendasar tersebut terutama:
b. Perlunya jaminan pemenuhan ketaatan pada prinsip syariah dalam seluruh aktivitas bank.
c. Perbedaan karakteristik operasional khususnya akibat dari
pelarangan bunga yang digantikan dengan skema PLS dengan instrumen
nisbah bagi hasil.
Langkah penting untuk mengatasi masalah unik dari sistem bagi hasil
misalnya : moral hazard (tindakan yang dilakukan oleh penerima amanat
yang bertentangan dengan kesepakatan awal dalam menjalankan amanat yang
diterimanya), asymmetric information (ketidakseimbangan informasi antara
pemberi amanat dan yang diberi amanat, di mana pihak yang diberi amanat
memiliki informasi yang lebih banyak ketimbang pihak yang memberi
amanat), dll adalah dengan cara:
a. penerapan good governance (tata kelola yang baik)
b. ketentuan disclosure dan transparansi keuangan
c. pengembangan skema insentif yang optimal dll
Jenis Produk Bank Syariah
Jenis produk Bank Syariah akan tergantung pada fungsi pokok bank
syariah. Fungsi pokok bank syariah dalam kaitannya dengan kegiatan
perekonomian masyarakat terdiri dari:
1. Fungsi Pengumpulan Dana ( Funding)
2. Fungsi Penyaluran Dana (Financing)
3. Pelayanan Jasa (Service)
Dalam bank syariah produk-produk penghimpunan dana dapat diterapkan berdasarkan prinsip masing-masing, yaitu:
a. Wadiah yaitu akad titipan dimana barang yang dititipkan dapat
diambil sewaktu-waktu. Pihak yang menerima titipan dapat meminta jasa
untuk keamanan dan pemeliharaan.
b. Mudharabah yaitu akad usaha dimana salah satu pihak memberikan
modal (Sahibul Mal), sedangkan pihak lainnya memberikan keahlian
(Mudharib) dengan nisbah yang disepakati dan apabila terjadi kerugian ,
maka pemilik modal menanggung kerugian tersebut.
Mudharabah dibagi menjadi 2 yaitu:
a) Mudharabah mutlaqah (investasinya tidak terikat).
b) Mudharabah muqayyadah: investasinya terikat (tertentu).
Selanjutnya di PSAK no 59 paragraf 8 dan 9 secara rinci dijelaskan pengertian dari kedua jenis Mudharabah ini.
08 Mudharabah mutlaqah adalah mudharabah di mana pemilik dana
memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan
investasinya
09 Mudharabah muqayyadah adalah mudharabah di mana pemilik dana
memberikan batasan kepada pengelola dana mengenai tempat, cara, dan
objek investasi.
Contoh batasan tersebut, misalnya:
a) tidak mencampurkan dana pemilik dana dengan dana lainnya
b) tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan,
tanpa jaminan c) mengharuskan pengelola dana untuk melakukan investasi
sendiri tanpa melalui pihak ketiga
Jenis Produk Bank Syariah bila dilihat dari fungsi penghimpunan dana (funding) terdiri dari:
1. Giro adalah
- simpanan yang dapat diambil sewaktu-waktu atau berdasarkan
kesepakatan dengan menggunakan cek atau kartu ATM sebagai media/alat
penarikan.
- dapat dibuka oleh perorangan atau perusahaan.
- Cek dapat berbentuk tunai atau melalui rekening (account payable).
Sesuai dengan penjelasan tentang 2 akad diatas, maka giro menggunakan akad Wadiah.
2. Simpanan/tabungan:
- simpanan yang dapat diambil berdasarkan kesepakatan dengan
menggunakan buku/kartu tabungan atau kartu ATM sebagai alat penarikan.
- Buku tabungan merupakan bukti pemilikan dari pemegang rekening.
- Terdapat aturan tentang setoran pertama dan saldo minimal.
Kedua jenis akad di atas dapat dipakai dalam simpanan. Jadi jenis simpanan menurut akadnya dibagi menjadi:
- Simpanan Wadiah dan
- Simpanan Mudharabah
3. Deposito
- simpanan untuk jangka waktu tertentu yang dapat diambil setelah jangka waktu tertentu.
- menggunakan bilyet sebagai tanda bukti simpanan.
- mendapatkan bagi hasil yang dibayarkan tiap akhir bulan.
Akad yang dapat dipakai dalam Deposito adalah Mudharabah.
Catatan:
*) Bila akad yang dipakai adalah Mudharabah muqayyadah, maka:
- nasabah meminta Bank untuk menyalurkan dananya kepada projek atau nasabah tertentu.
- Atas tugas ini bank dapat memperoleh fee atau porsi keuntungan.
- Keuntungan yang diperoleh dari penyaluran dana ini dibagi antara
nasabah sebagai pemilik modal (Sahibul Mal) dan pelaksana projek sebagai
mudharib (orang yang memberikan keahlian)
- Pola seperti ini dalam dunia perbankan disebut chanelling bukan executing
Jenis Produk Bank Syariah bila dilihat dari fungsi penyaluran dana (financing) dibagi menjadi 3 kategori besar:
1. Jual-beli
2. Bagi Hasil/Untung
3. Sewa
1. Jual-beli
Produk jual-beli dalam Bank Syariah dibagi menjadi 3, yaitu:
a. Murabahah
b. Salam dan salam parallel
c. Istishna dan istishna paralel
Penjelasan dari masing-masing produk disajikan berikut ini:
a. Murabahah
- adalah pembiayaan berdasarkan jual-beli dimana Bank bertindak selaku penjual dan nasabah selaku pembeli
- Harga beli diketahui bersama dan tingkat keuntungan untuk Bank disepakati dimuka
- Dalam fiqih klasik murabahah dilakukan secara tunai, dalam praktik
perbankan nasabah dapat membayar secara angsuran dan untuk antisipasi
kemacetan, Bank dapat meminta jaminan
- Dalam fiqih klasik, penjual membeli barang langsung dari penjual
pertama. Dalam perbankan syariah barang dapat dikirim langsung kepada
nasabah atau nasabah membeli sendiri selaku wakil Bank dalam membeli
- Bank dapat meminta uang muka dari nasabah untuk pembelian barang tersebut secara murabahah
- Bila nasabah membayar tepat waktu atau melunasi sebelum jatuh
tempo, nasabah dapat meminta keringanan (diskon) bila Bank menyetujui b.
Salam dan salam paralel
- adalah pembiayaan berdasarkan jual-beli barang dengan cara
pemesanan dan pembayaran dilakukan dimuka dengan syaratsyarat tertentu
- dalam pembiayaan ini bank bertindak selaku pembeli sedangkan
nasabah bertindak selaku penjual. Uang pembelian diberikan dimuka kepada
nasabah
- Karena barang akan dikirimkan kemudian, maka nasabah selaku penjual berhutang kepada bank
- Biasanya diterapkan untuk pembiayaan produk pertanian atau produk-produk yang terstandarisasi
- Bank hanya mendapat keuntungan apabila komoditi yang dikirim oleh nasabah dijual dengan harga yang lebih tinggi
- Bank dapat menjual barang tersebut sebelum jatuh tempo kepada pihak
lain dengan cara yang sama (salam), tapi tidak boleh dikaitkan dengan
salam yang pertama. Bila hal ini yang terjadi maka salamnya adalah Salam
paralel
- Apabila dijual kembali kepada nasabah dengan harga yang lebih tinggi dikhawatirkan terkena riba
- Apabila nasabah gagal (wan prestasi, default) dalam menyerahkan
barang yang dipesan, maka kewajiban terhadap bank tidak berubah.
Penyerahan barang harus tetap dilakukan walaupun harus ditunda karena
kegagalan
- Jika bank setuju, modal bank dikembalikan senilai ketika pertama kali diberikan
c. Istishna dan istishna parallel
- hampir sama dengan salam tetapi berbeda pada objek yang dibiayai dan cara pembayarannya
- Pada Salam objek yang dibiayai sudah terstandarisasi, sedangkan
pada istishna objek yang dibiayai bersifat customized (harus dibuat
terlebih dahulu)
- Pada Salam pembayaran oleh bank dibayar dimuka sekaligus, sedangkan
pada istishna pembayaran oleh bank dapat dicicil/bertahap 2. Bagi
Hasil/Untung
Produk Bagi Hasil/Untung dalam Bank Syariah dibagi menjadi 3, yaitu:
a) Mudharabah
b) Musyarakah
c) Rahn
a) Mudharabah
- dalam pembiayaan Mudharabah , bank bertindak sebagai pemilik dana (sahibul mal) dan nasabah sebagai pengelola usaha (mudharib)
- dalam fiqih klasik yang dibagikan adalah keuntungan (pendapatan
dikurangi biaya), tetapi dalam praktik yang dibagikan adalah Revenue
karena sulit untuk menemukan kesepakatan tentang biaya-biaya yang
dikeluarkan nasabah
- Nisbah bagi hasil disepakati di muka termasuk bila terjadi kerugian
- dalam fiqih klasik, Mudharabah adalah akad yang modal dikembalikan
ketika usaha berakhir. Dalam sebagian praktik perbankan syariah, modal
yang digunakan nasabah dicicil untuk memudahkan pengembalian ketika
Mudharabah berakhir
- dalam fiqih klasik, ketika usaha menemui kegagalan semua aset yang tersisa dijual dan dikembalikan kepada sahibul mal (Bank).
Dalam perbankan syariah nasabah selaku mudharib (pengelola usaha)
masih diberi kesempatan untuk melanjutkan/memperbaiki usaha dengan
penambahan modal dari bank b) Musyarakah
- dalam Musyarakah, bank dan nasabah bertindak selaku syarik (partner) yang masing-masing memberikan dana untuk usaha
- pembagian keuntungan menurut kesepakatan dan apabila rugi dibagi menurut porsi modal masing-masing (proporsional)
- selaku syarik, bank berhak ikut serta dalam manajemen sesuai kaidah musyarakah c) Rahn (gadai)
- adalah penyerahan jaminan untuk mendapat pinjaman
- Rahn dalam syariah dapat berbentuk:
- Fiducia: penyerahan barang, tetapi hanya dokumen yang ditahan. Barangnya masih dapat digunakan oleh pemilik
- Gadai : penyerahan barang secara fisik sehingga pemilik tidak dapat menggunakan lagi.
3. Sewa (Ijarah)
- Bila pembiayaan berdasarkan akad Ijarah maka Bank berlaku sebagai pemberi sewa (mu’jir) dan nasabah selaku penyewa (musta’jir)
- Pada fiqih klasik, bank (pemberi sewa), bank harus memiliki barang sebelum menyewakan kepada nasabah (penyewa)
- Pada umumnya Bank tidak memiliki barang, tetapi menyewa dari pihak
lain, kemudian menyewakan lagi kepada nasabah dengan nilai sewa yang
lebih tinggi selama tidak ada kaitan antara akad sewa pertama dengan
sewa kedua
- Ijarah dalam bank syariah bisa disamakan dengan operating lease,
bukan financial lease atau capital lease (lihat bahasan sewa guna
usaha/leasing). Jadi bank bertanggung jawab atas pemeliharaan aset yang
disewa
- Bila bank memiliki objek yang disewakan, maka bank dapat memberi
Opsi bagi nasabah untuk memiliki objek yang disewanya. Ijarah jenis ini
dinamakan Ijarah al Muntahiyyah Bittamlik atau Ijarah wal Iqtina. Ijarah
al Muntahiyyah Bittamlik memakai 2 akad yaitu akad sewa dan janji
(opsi) kepemilikan. Kepemilikan bisa dilakukan kalau masa sewa telah
berakhir. Hal ini hampir sama dengan capital lease.
Jasa Perbankan
adalah pelayanan Bank terhadap nasabah dengan tidak menggunakan modal
tunai. Atas jasa yang diberikan, bank akan menerima imbalan (fee).
Jenis Produk Bank bila dilihat dari fungsi pelayanan jasa (service) terdiri dari:
a. Transfer (pengiriman uang)
b. Inkaso (pencairan cek)
c. Valas (penukaran mata uang asing)
d. L/C (Lettter of Credit)
e. Letter of Guarantee dll
Bank syariah menggunakan akad dalam penetapan produknya.
Akad yang dipakai sebagai dasar dalam jasa perbankan syariah:
1. Wakalah (Perwakilan)
Produk yang memakai akad ini: Transfer, Inkaso, Debit Card, L/C
2. Kafalah (Penjaminan)
Produk yang memakai akad ini: Bank Guarantee, L/C, Charge Card
3. Hawalah (Pengalihan Piutang)
Produk yang memakai akad ini:Bill Discounting, Post Dated Check (cek mundur), anjak piutang
4. Sarf (Pertukaran mata uang)
Produk yang memakai akad ini: Jual beli Valuta Asing
Dalam perbankan syariah, jasa perbankan menggunakan dana/fasilitas
bank sendiri, oleh karena itu pendapatan yang diperoleh dari penjualan
jasa ini harus disendirikan atau tidak ikut dibagikan kepada pemilik
simpanan.
Untuk mempermudah transaksi antar Bank dan antara Bank dengan Bank
Indonesia seperti perbankan konvensional, , maka Bank syariah juga
menggunakan produk Interbank.
Jenis Produk Interbank
a. Sertifikat Mudharabah antar Bank adalah instrumen pasar uang antar
bank yang hanya dapat dijual satu kali kepada bank lain dengan bagi
hasil sesuai dengan kesepakatan
b. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia adalah instrumen Bank Indonesia untuk menyerap kelebihan likuiditas dalam perbankan
c. Fasilitas pembiayaan Jangka Pendek (FPJP) adalah fasilitas Bank
Indonesia bagi perbankan syariah untuk menutupi selisih posisi
(mismatch)
Istilah-istilah dalam bidang Bank Syariah
Akad : adalah pertalian ijab dengan qabul menurut caracara yang disyariatkan yang berpengaruh terhadap objek
Al-mashnu : barang pesanan dalam transaksi
istishna
Al-muslam fihi : komoditas yang dikirimkan dalam transaksi
salam
Al-muslam ileihi : penjual dalam transaksi salam
Al-muslam : pembeli dalam transaksi salam
Al-mushtashni’ : pembeli akhir dalam transaksi
ishtisna’
Amil : petugas pendistribusi zakat
As-shani : produsen/
supplier dalam transaksi
ishtisna’
Fiisabilillah : orang yang berjuang di jalan Allah
Gharim : orang yang berutang dan kesulitan untuk melunasinya
Halal : sesuatu yang diperbolehkan oleh Islam
Haul : cukup waktu satu tahun bagi pemilikan harta kekayaan seperti perniagaan, emas, ternak, sebagai batas kewajiban membayar zakat
Hiwalah : pemindahan atau pengalihan hak dan
kewajiban, baik dalam pengalihan piutang atau utang, dan jasa pemindahan
/ pengalihan dana dari satu entitas kepada entitas lain
Ibnusabil : orang yang dalam perjalanan
Ijarah : perpindahan kepemilikan jasa dengan imbalan yang sudah disepakati menurut para fuqaha’. Ijarah ini memiliki 3 (tiga) unsur:
- Bentuk yang mencakup penawaran atau persetujuan
- Dua pihak pemilik aset yang disewakan dan pihak yang memanfaatkan jasa dari aset yang disewakan
- Objek dari akad ijarah, yang mencakup jumlah sewa dan jasa yang dipindahkan kepada penyewa
Ijarah operasional: Akad ijarah yang tidak berakhir dengan pemin-dahan kepemilikan dari aset yang yang disewakan kepada penyewa
Ijarah muntahiyah
bittamlik : Akad ijarah yang berakhir dengan opsi berpindahnya kepemilikan aset yang disewakan kepada penyewa.
Ijarah muntahiyah bittamlik dapat berbentuk:
- Ijarah muntahiyah bittamlik yang memindahkan hak kepemilikan aset
yang disewakan kepada penyewa–jika penyewa menginginkan hal
tersebut–dengan harga yang diwakili oleh pembayaran sewa yang dilakukan
oleh penyewa selama jangka waktu penyewaan. Pada akhir jangka waktu
penyewaan dan setelah cicilan terakhir dibayar, maka hak milik sah aset
yang disewakan secara otomatis berpindah kepada penyewa atas dasar akad
baru.
- Ijarah muntahiyah bittamlik yang memberikan hak kepemilikan kepada
penyewa atas aset yang disewakan pada akhir jangka waktu penyewaan atas
dasar akad baru dengan harga tertentu, yang mungkin merupakan harga
simbolis
- Perjanjian ijarah yang memberikan penyewa salah satu dari 3 (tiga)
opsi berdasarkan pembayaran sewa yang dilakukan oleh penyewa a. Membeli
aset yang disewakan dangan harga yang ditentukan berdasarkan pembayaran
sewa yang dilakukan oleh penyewa;
b. Pembaruan ijarah untuk jangka waktu yang baru; atau
c. Mengembalikan aset yang disewa kepada pemilik objek sewa
Infak : pemberian sesuatu yang akan digunakan untuk kemaslahatan umat
Ishtisna’ : kontrak penjualan antara
al-mustasni (penjual akhir) dengan
al-shani (pemasok) dimana
al-shani– berdasarkan suatu pesanan dari
al-mustasni–berusaha membuat sendiri atau meminta pihak lain untuk membuat atau membeli
al-masnu (pokok) kontrak, menurut spesifikasi yang disyaratkan dan menjualnya kepada
al-mustasni dengan
harga sesuai kesepakatan serta dengan metode penyelesaian di muka
melalui cicilan atau ditangguhkan sampai suatu eaktu di masa depan. Ini
merupakan syarat dari kontrak
ishtisna’ sehingga
al-shani harus menyediakan bahan baku atau tenaga kerja.
Kesepakatan akad
ishtisna’ mempunyai ciri-ciri sama dengan
salam karena dia menentukan penjualan produk tidak tersedia pada saat penjualan, namun ketidaksamaannya terletak pada harga
ishtisna’ yang tidak dibayar ketika diselesaikan.
Ishtisna’ juga memiliki ciri yang sama dengan penjualan biasa karena harga biasa dibayar dengan kredit. Ciri ketiga akad
ishtisna’ sama dengan ijarah karena tenaga kerja digunakan pada keduanya.
Istishna paralel : Jika
Al-mustashni (pembeli akhir) mengizinkan alshani (pemasok) untuk meminta pihak ketiga (subkontraktor) untuk membuat
al-mashnu atau jika pengeturan tersebut bisa diterima oleh kontrak
istishna itu sendiri, maka
al-shani bisa melakukan kontrak istishna kedua guna memenuhi kewajiban kontraknya kepada kontrak pertama. Kontrak kedua ini disebut
istishna paralel
Kafalah : akad penjaminan yang diberikan oleh
kaafil (penanggung/ bank) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (
makhful ‘anhu, ashil)
Kaafil : pihak yang memberikan jaminan untuk menanggung kewajiban puhak lkain dalam akad
kafalah
Ma’jur : objek sewa dalam transaksi
ijarah
Makful : penerima jaminan dalam akad
kafalah
Muallaf : orang yang baru memeluk agama Islam
Mudharabah : perjanjian kerjasama untuk mencari
keuntungan antara pemilik modal dengan pengusaha (pengelola dana).
Perjanjian tersebut bisa saja terjadi antara deposan (
investment account) sebagai penyedia dan dan bank syariah sebagai
mudharib.
Bank syariah menjelaskan keinginannya untuk menerima dana investasi
dari sejumlah nasabah, pembagian keuntungan disetujui oleh kedua belah
pihak sedangkan kerugian ditanggung oleh penyedia dana, asalkan tidak
terjadi kesalahan atau pelanggaran syariah yang telah ditetapkan, atau
tidak terjadi kelalaian di pihak bank syariah. Kontrak mudharabah dapat
juga dilaksanakan antara bank syariah sebagai penyedia dana atas namanya
sendiri atau khusus atas nama deposan, pengusaha, atau para pengrajin
lainnya termasuk petani, pedagang, dan sebagainya.
Mudharabah berbeda dengan spekulasi yang berunsur perjudian (
gambling) dalam pembelian dan transaksi penjualan.
Mudharabah Mutlaqah : Investasi tidak terikat.
Mudharabah Muqayyadah : Investasi terikat.
Mudharib : Pengelola dana (modal) dalam akad
mudharabah; dalam madzhab syafi’i disebut amil
Muqashah : potongan pembayaran
Murabahah : penjualan barang dengan margin
keuntungan yang disepakati dan penjual memberitahukan biaya perolehan
dari barang yang dijual tersebut. Penjualan
murabahah ada dua
jenis. Pertama, bank syariah membeli barang dan menyediakan barang untuk
dijual tanpa janji sebelumnya dari pelanggan untuk membelinya. Kedua,
bank syariah membeli barang yang sudah dipesan oleh seorang pelanggan
dari pihak ketiga lalu kemudian menjual barang ini kepada pelanggan yang
sama. Pada kasus terakhir, bank syariah membeli barang hanya setelah
seorang pelanggan membuat janji untuk membayarnya kepada bank
Musta’jir : penyewa dalam transaksi
ijarah
Mustahiq : penerima zakat, Al-Qur’an mengatur bahwa penerima zakat adalah yang disebut sebagai 8 (delapan)
asnaf (golongan/ kelompok)
Musyarakah : bentuk kemitraan bank syariah dengan
nasabahnya dimana masing-masing pihak manyumbangkan pada modal kemitraan
dalam jumlah yang sama atau berbeda untuk menyelesaikan suatu projek
atau bagian pada projek yang sudah ada. Masing-masing pihak menjadi
pemegang saham modal dasar tetap atau menurun dan akan memperoleh bagian
keuntungan sebagaimana mestinya. Akan tetapi kerugian dibagi bersama
sesuai dengan proporsi modal yang disumbangkan. Tidak diperbolehkan
menyatakan sebaliknya.
Musyarakah
permanen/tetap : musyarakah di mana bagian mitra dalam modal
musyarakah tetap sepanjang jangka waktu yang ditetapkan dalam akad tersebut
Musyarakah
menurun : musyarakah dimana bank memberikan kepada pihak lainnya hak untuk membeli bagian sahamnya dalam
musyarakah sehingga bagian bank menurun dan kepentingan saham mitra meningkat sampai menjadi pemilik tunggal dari keseluruhan modal.
Muwakil : pemberi kuasa/nasabah dalam transaksi
wakalah
Muzakki : pembayar zakat
Nisab : batas ukuran minimal, jika harta dan
perniagaan seseorang telah melebihi batas ini maka zakat terhadap harta
dan perniagaan wajib dibayarkan
Nisbah : rasio atau perbandingan pembagian keuntungan (bagi hasil) antara
shahibul maal dengan
mudharib
Qardh (pinjaman): penyediaan dana atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
antara peminjam dengan pihak yang meminjamkan yang mewajibkan peminjam
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu. Pihak yang meminjamkan
dapat menerima imbalan namun tidak diperkenankan dipersyaratkan dalam
perjanjian
Qardhul hasan : pinjaman tanpa imbalan yang
memungkinkan peminjam menggunakan dana tersebut selama jangka waktu
tertentu dan mengembalikan dalam jumlah yang sama pada akhir periode
yang disepakati. Jika peminjam mengalami kerugian yang bukan merupakan
kelalaiannya, maka kerugian tersebut dapat mengurangi jumlah pinjaman
Riba : pengambilan tambahan, baik dalam transaksi maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan ajaran Islam
Riqab : hamba sahaya
Salam : bai’ as-salam; jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran di muka dengan syarat-syarat tertentu
Salam paralel : dua transaksi
bai’ as-salam antara bank dengan nasabah dan antara bank dengan pemasok atau pihak ketiga lainnya secara simultan
Shadaqah : pemberian sesuatu kepada orang lain dengan mengharap ridho Allah semata
Shahibul maal : pemilik dana
Sharf : akad jual beli suatu valuta dengan valuta
lainnya. Transaksi valuta asing pada bank syariah hanya dapat dilakukan
untuk tujuan lindung nilai dan tidak diperkenankan untuk tujuan
spekulatif
Taukil : tugas
Ta’zir : denda yang harus dibayar akibat penundaan pengembalian piutang, dana dari denda ini akan dikumpulkan sebagai dana sosial
Ujrah : imbalan
Urbun : jumlah yang dibayar oleh nasabah (pemesan)
kepada penjual (yaitu pembeli mula-mula) pada saat pemesan membeli
sebuah barang dari penjual. Jika nasabah atau pelanggan meneruskan
penjualan dan pengambilan barang, maka
urbun akan menjadi bagian dari harga.
Wadiah : titipan nasabah yang harus dijaga dan harus
dikembalikan setiap saat apabila nasabah yang bersangkutan menghendaki.
Bank bertanggung jawab atas pengembalian barang tersebut
Wadiah yad-dhamanah : titipan yang selama belum
dikembalikan kepada penitip dapat dimanfaatkan oleh penerima titipan.
Apabila dari hasil pemanfaatan tersebut diperoleh keuntungan, maka
seluruhnya menjadi hak penerima titipan
Wadiah
yad-amanah : titipan yang selama belum dikembalikan
kepada penitip tidak boleh dimanfaatkan oleh penerima titipan sampai
barang titipan tersebut diambil oleh penitip
Wakalah : akad pemberian kuasa dari
muwakil (pemberi kuasa/nasabah) kepada
wakil (penerima kuasa/bank) untuk melaksanakan suatu
taukil (tugas) atas nama pemberi kuasa
Wakil : penerima kuasa/bank
Zakat : secara harfiah, zakat berarti keberkahan,
penyucian, peningkatan, dan suburnya perbuatan baik. Disebut zakat
karena dia memberkahi kekayaan yang dizakatkan dan melindunginya. Di
dalam syariah, zakat merupakan suatu kewajiban mengenai dana yang
dibayarkan untuk tujuan khusus dan untuk kategori tertentu. Zakat
merupakan jumlah tertentu yang telah ditentukan oleh Allah Yang Maha
Kuasa untuk mereka yang berhak terhadap zakat sebagaimana telah
ditentukan dalam Al-Qur’an. Kata zakat juga digunakan untuk menunjukkan
jumlah yang dibayarkan dari dana-dana yang terkena kewajiban zakat.